Friday, September 28, 2012

Saat mata terhalang malam

Ketika mata terhalang oleh malam adalah saat dimana bayang-bayang masa lalu kadang menari tepat diubun-ubun.

Gue akan cerita tentang seorang wanita yang pernah menyita hampir seluruh perhatian gue, kadar kalori yang ada dalam tubuh gue juga dipengaruhi oleh wanita ini. wahh segitunya kah?
Hmm, lo pasti mau bilang. Gue kan bukan penyanjung wanita yang mahir? !!
Ya emang, gue bukan penyanjung keren. Tapi ini bukan soal sanjungan gue, ini hanya cerita masa lalu.
Gue akan cerita mengenai sehelai surat yang selalu gue baca menjelang mata gue akan terhalang malam;
Salam,
Saya tau saya tidak berhak untuk mengungkap kata secara langsung, semoga barisan-barisan kata tulis ini melupakan ketidakberhakan saya kepada kamu.
Kamu tidak tau betapa malunya saya ketika kamu membaca ini, tapi tidak apa-apa karena toh ini adalah hari terakhir kita bersua didalam dan halaman kelas kita.
Saya suka sama kamu
O yah bukan karena kamu pintar dan sebagai juara umum sekolah, tapi lebih kepada simpati saya yang memang hadir tanpa saya paksa
Terima kasih
Ayu Masdin
_________Terkadang memang bahasa tulis lebih berwibawa ketimbang kata yang terlontar lewat mulut. Setelah menerima surat diatas, gue malah melongo sambil mangap kok bisa neh anak, salah ngirim kali yak ke gue. Hmm tapi gue ga menampik kalo selama ini memang kami berdua saling mengumbar totalitas sampe menyentuh hal yang mungkin agak lebay.
Seperti apa yang tertulis, memang benar surat itu adalah surat yang tidak mempertemukan kami lagi dalam satu ruangan belajar. Pada saat penamatan sekolah tepatnya gue nerima tuh surat, bukan suatu kebetulan hari itu gue ga hadir dalam acara terakhir parasiswa itu. Yoi men gue ga hadir karena hari itu tepat hari dimana para supir angkutan umum dikota gue kompak ga ada yang mau beroperasi (Demo meminta kenaikan tariff angkutan umum)
Berhubung gue tinggalnya agak jauh dari sekolah, maka gue terkena imbas mogoknya para supir angkot. Tanya kenapa? Ya iyalah dudul gue mau naik apa kesekolah, mending tidur dirumah
Gue ga tau hari itu ada seorang wanita yang sedu-sedan menunggu mengungkap kata yang sebenar-benarnya ada didalam hati gue juga.
Tapi kayaknya kalo gue waktu itu hadir diacara penamatan, mungkin sehelai surat ini ga bakal menjadi pembuka postingan ini deh cuy. Tanya kenapa lagi? Ga usah nanya baca aja
Sebelum sang surat betul-betul terbaca, gelagat Yuma memang sudah lain sejak kami masih kelas dua. Perhatian Yuma sungguh membuat gue lupa kalo dia adalah yang terpintar dikelas waktu itu, kok begitu? Iya, karena cap clever selalu gue alihkan ke Yuma ketika puluhan mata dalam kelas mendaulat gue
Yuma pasti bisa menjawab soal-soal itu pak *celoteh gue yang sedang mencoba melegitimasi kepintaran Yuma*
Pun Yuma begitu ke gue, Gigi lebih bisa pak guru.
Gigi? Gigi siapa ada yang sakit gigi ya?
Haha tenang gigi itu panggilan Yuma ke gue. Dia manggil gue Gigi gue manggil dia Yuma alias Ayu Masdin hehe
Kok bisa dipanggil gigi? Ya karena gigi lu tonggos *banyak nanya amat sih lu*
Well, kembali ke surat;
Surat diatas hadir belakangan jauh setelah gue dan Yuma sudah terkenal sebagai sepasang kekasih ga resmi disekolah.
Tapi entah ini cerita tragis atau bukan. Setelah surat tersebut  itu juga, intensitas pertemuan kami berdua bisa terhitung jari. Ya, gue setelah penamatan pergi meninggalkan kota, menyeberang kekota lain dengan satu alasan mencari ilmu yang lebih mapan dan tercap elegant.
Yuma gimana?
Dia menanti kok, karena memang Yuma begitu mencinta.
Yuma pernah bilang
“gi’, gue akan menikmati ini”
“Menikmati apa Yu”
“Menikmati selama lo jauh di kota lain. gue akan terus mengingat lo sampai mata gue terhalang malam”
Gue tersenyum *sambil megang kepala dia*
Lo emang paling bisa buat gue tenang, buat gue ga berfikir bahwa diluar sana banyak hal yang bisa membuat lo lupain gue.
“Eh iya udah dengar lagu ini”
“Lagu apa?”
“Gitar mana gitar”
“Di kamar Gi’
Ya ambilin dong Masdin *nama bokapnya (Ayu Masdin)*
Iya Razak *nama bokap gue* timpal dia ngegemesin (eh kerenan nama bokapnya dia ya) #:-s
Sambil berhadapan depan teras rumah Yuma, gue bernyanyi bak seniman beken,
Ini nih lagu nya neh;
Relakan by Jikustik
Mungkin yang terbaik, tak bisa teraih
Mungkin yang terburuk yang harus terjadi
Saat persimpangan berbeda tujuan
Jalan hidup kita tak mesti sama
Dan kau berkata
Relakan, relakan saja aku pergi
Membenahi kebimbanganku merajut kembali yang terkoyak
Dan bila suatu masa nanti kita bisa bersanding lagi tolong jangan lepaskan aku lagi
Saat kita jatuh dalam kesalahan
Semestinya kita bisa saling menopang
Kita telah tenggelam kedalam tuduhan
Yang lama terpendam yang berkepanjangan
Dan kau berkata
Relakan, relakan saja aku pergi membenahi kebimbanganku merajut kembali yang terkoyak
Dan bila suatu masa nanti kita bisa bersanding lagi tolong
Jangan lepaskan aku lagi
Oooo relakan relakan saja aku pergi
Disela-sela lagu gue tertawa bareng Yuma, dalam petikan gitar Yuma sesekali menyanyi mengikuti suara bisikan gue
Yuma tau besok gue akan pergi dan akan ga bisa melupakan lagu ini..