Tuesday, November 13, 2012

andai saya ketua KPK

Terkadang para pelakon hidup, ketika ditanya akan menjadi apa? Mereka menjawab kami belum tau mau jadi apa, dia belom tau jati diri dia seperti apa, atau saya masih mencari siapa diri saya.

Ya, mencari siapa diri kita adalah pekerjaan yang tidak perlu dilakukan. Diri kita tetaplah seperti ini yang bermula dari lahir dan berakhir dilubang tanah nantinya. Justru, yang mesti digelisahkan adalah bagaimana kita bisa berkarya, berkarya, dan berkarya karena dengan begitulah kita disebut manusia.

Kesuatu tempat kita bertemu hal baru yang membuat kita tau bahwa sekarang kita tidak akan tau apa-apa tanpa bergerak untuk mengetahui hal itu. Bergerak dan terus bergerak adalah cara bagaimana kita bisa berpartisipasi menyelesaikan masalah yang ada. Namun tidak asal gerak tentunya, jelas dengan tujuan dan tepat dalam bertindak adalah bentuk koherenitas yang mutlak ada. Kalau boleh saya mengistilahkan “keterarahan untuk menuju sebuah titik akhir” karena sesuatu yang terarah tentu mempunyai tujuan jelas untuk mencapai titik penyelesaian.

Taukah kita bahwa sebuah pengetahuan sistematik untuk sampai kesebuah pengetahuan diistilahkan sebagai epistemologi. Meminjam istilah itu sekarang saya sedang duduk menatap laptop menulis sebuah catatan yang akan saya pajang diblog saya. Ini adalah proses saya untuk mengetahui sesuatu yang belum saya tau. Hmm ya, saya sedang berepistemologi dengan satu kegelisahan GALAU andaikan saya menjadi ketua KPK.

Setelah seharian saya tidak kuliah karena dosennya sedang ada halangan maka saya pun datang duduk nongkrong disebuah cafe, suasananya cukup asik dengan desain klasik ala cafe amerika latin. Café ini banget kental dengan suasana rock n rollnya.

Saya tidak sendiri, saya sedang bersama seorang teman baru Imam namanya. O yah Imam adalah seorang alumni arkeologi dari Universitas Gadjah Mada. Kenal ketika saya minjam motor dia.. Seperti yang saya katakan diatas ketika para pelakon hidup dipertanyakan tentang apa dan siapa diri mereka. Imam sedikit menjawab dengan hadirnya dia sebagai teman baru saya dikota budaya ini.

Ketika kita bertemu dengan teman baru disebuah tempat baru adalah jalan untuk menemukan sebuah pengetahuan baru. Pengetahuan yang nantinya akan membentuk diri kita.

“Eh bro lagi nuis apaan ?

“oh ini bukan apa2 kok, cuma celoteh aja andaikan gue jadi ketua KPK Republik Indonesia”

“what, mau ngegantiin Abraham Samad lo cuy, atau mau dijeblosin ke penjara seperti Antasari”

“haha, yah sebagai warga Negara yang peduli dengan Negaranya gue terpanggil aja mam”

“wahh cuy emang lo tau syarat untuk jadi ketua KPK itu apa? Emang lo tau tugas-tugas ketua KPK itu apa? Syukur kalo karir lo mulus, entar malah nasib lo seperti Antasari yang dijeblosin ke penjara. Lo tau lah resikonya gimana, belom lagi entar ruang gerak lo dibatasin oleh norma-norma yang beberapa oknum sengaja melegitimasi norma tersebut biar terkesan sah. Lo tau kan kasus teranyar baru-baru ini CICAK vs BUAYA part II. Lo lihat sendiri kan bagaimana, lawan lo ntar bukan hanya politisi tapi bisnisman juga bakal jadi penghambat, belum lagi instansi lo sendiri nanti apa lo yakin semua akan pro dengan kebijakan yang lo tetapin, lo kayak ga tau aja kalau kepentingan politik dan bisnis seringkali bermain dibalik dinyatakannya seseorang sebagai tersangka dan terdakwa. Apa lo percaya bahwa aparat penyidik lo bakal steril dalam melaksanakan tugas, semata-mata menegakkan hukum, tanpa kepentingan” *suasana seketika hening*

Saya lumayan galau mendengar omongan Imam. Seperti mentertawai keinginan saya. Apa semua orang diIndoneia ini seperti Imam? Dia tentu tidak salah dengan keraguannya, karena memang kita semua telah dipertontonkan beberapa kejadian yang wajar kalau Imam akan ragu dengan keinginan saya menjadi ketua KPK.

Saya tentu sepakat dengan statement Imam yang meragukan kapabilitas saya sebagai seorang pemimpi membrantas korupsi disalah satu Negara terkorup dunia. Wajar kok, karena semua orang termasuk Imam berhak untuk berhipotesa.

Saya juga tau kok untuk menjadi seorang ketua KPK tugas yang diemban tentu tidak mudah. Setidaknya ada lima poin utama yang harus saya perhatikan. Pertama: seorang ketua KPK harus rutin melakukan koordinasi dengan instansi berwenang dalam penanganan pidana korupsi. Kedua: melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam penanganan pidana korupsi. Ketiga: melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Keempat: melakukan tindak pencegahan terhadap korupsi, dan tentunya yang kelima: terus melakukan monitoring terhadap setiap penyelenggara Negara. *Selengkapanya mengenai tugas dan wewenang KPK dapat dilihat pada undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi*.

Tentu bukan hal mudah apalagi kalau ada beberapa instansi yang menolak untuk bekerja sama. Tau ini bukan hal yang mudah, saya mau bilang sama Imam dan semua yang baca tulisan saya ini, selain tugas KPK yang saya tulis diatas, saya punya cara simple andaikan saya diberi kesempatan oleh Tuhan utuk menjadi ketua KPK. Apa itu? Yang akan saya lakukan adalah menjalin silaturahim dengan semua kalangan termasuk mereka para koruptor. Ini bukan sebuah lelucon tapi saya pandang sangat perlu saya lakukan, juga hal ini sebagai pengejewantahan salah satu poin keempat tugas KPK yaitu aktif mencegah tindak pidana korupsi. 

Lebih lanjut saya ingin mengatakan, ketika tali silaturahim terjalin erat, maka sedikit banyak akan membuat mereka para koruptor malu untuk melakukan tindakan tidak terpuji (red: korupsi) nantinya. Karena apa? Karena adanya awak media yang tidak akan tinggal diam. Bukankah ada istilah seratus hari pertama dimana kinerja saya akan disorot segala tetekbengeknya, disaat itulah sang koruptor atau calon koruptor akan saya tanya “bagaimana menurut anda langkah yang tepat untuk memberantas korupsi di Negara ini” sang calon koruptor mungkin akan menjawab beragam, namun satu poin yang menurut saya semua jawaban mereka sama “bahwa kita harus bersama-sama memberantas korupsi”

Nah dengan statement mereka inilah, ketika pada akhirnya mereka benar-benar terjerat kasus korupsi mereka sendiri yang akan melanggarnya menjilat kembali air ludah yang telah mereka cuihkan. Hmm dengan sendirinya bisa kita tebaklah bagaimana raut wajah mereka, bagaimana legitimasi mereka didepan media khususnya dihadapan seluruh rakyat Indonesia yang pernah menyaksikan dia berkata lantang untuk memberantas korupsi. Mungkin itu cara simple saya yang tentunya tanpa melupakan cara lain yang harus saya lakukan sesuai prosedur dan wewenang saya sebagai ketua KPK nantinya.

Terlepas dari memenuhi atau tidaknya syarat saya menjadi ketua KPK, menurut saya itu bukan satu hal yang perlu perdebatan, apalah arti sebuah sayarat kalau keinginan untuk merubah bangsa tidak ada. Sampai sekarang saya masih terkagum-kagum dengan almarhum KH. Abdurrahaman Wahid. Beliau secara fisik memang tidak memenuhi kertiteria seorang pemimpin ideal, tapi secara naluri dan keninginan bergerak merubah bangsa sangat cekatan dalam berbagai tindakan yang telah beliau tunjukkan kepada kita semua. 

Terkadang memang para pelakon hdup ketika ditanya mereka mau jadi apa, mereka belum tau jawaban tepat dari pertanyaan itu. Sebenarnya bukan jawaban yang harus kita cari, tapi pertanyaannya saja yang kita ubah apa yang telah kita lakukan karya apa yang telah kita berikan untuk bangsa tercinta ini.

Hmm andaikan saya menjadi ketua KPK..