Monday, December 31, 2012

Arus

Sepatu saya sedikit sobek malam ini. Malam yang kata sebagian penghuni bumi adalah malam pergantian tahun. Kalian pasti tidak tau kalau dari tahun ketahun saya selalu menjadi penyimak, mungkin tidak pernah menjadi pelakon bahkan malam malam setahun yang lalu saya adalah penyimak yang begitu fanatik.

Mungkin juga, karena menganggap diri saya sebagai penyimak itulah, malam ini saya tidak berniat menjadi saksi meletusnya petasan dan kembang api pergantian tahun. Malam ini saya cuma ingin keluar mengambil buku pesanan saya. Di rumah Dude saya janjian dengan dia jam 10 malam. Yang kemudian menjadi pertanyaannya adalah kenapa harus jam 10 malam? Kenapa bukan sore, jam 8 malam kah, atau sekalian besok saja?
Itu karena Dude sedang berada entah dimana, dan untuk menemukan dia dihari-hari normal sangat susah, liar pokoknya. Makanya itu dia bilang “gue di rumah jam 10 malam cuy, lu cepetan yak soalnya gue ga lama, gue ada janjian lain mao taon baruan” *pembicaraan kami lewat telfon* kebayang kan sok sibuknya dia-    
Well, apa iya ketika ujung malam ini akan menuju esok semua orang termasuk Dude harus berbaur menyaksikan muncratan kembang api dan petasan yang menghambur hampir disetiap penjuru kota ?
Hmm melirik sepatu sobek saya seakan menertawai saya, mungkin si sepatu sobek sedang mencibir saya dengan jejalan pertanyaan. Lo ga taon baruan Jazz? Lo mikir apa sih? Kok winamp laptop lo lagunya itu mulu? Terus sepatu kenapa bisa sobek? Itu darah memar di betis kenapa Jazz?
Sekilas jejalan pertanyaan menyambut 2013 tiba. Apa iya saya tidak sedang tahun baruan sekarang? atau apakah dikesakralan tahun baru seperti ini, saya harus terlibat aktif dalam gemuruh petasan dan kembang api? Eh tapi bentar dulu, bukankah tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 Sebelum Masehi. Perayaan tersebut terjadi tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, Caesar memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi menjadi kalender Julian sebagai bukti legitimasi dia sebagai kaisar baru. Sebenarnya itu yang dirayakan, perayaan yang sejatinya bukan untuk merayakan tahun baru melainkan untuk merayakan penobatan Julius Caesar menjadi kaisar Roma.
Ya ya ya, terlepas dari kisah tersebut dan juga kesakralan tradisi perayaannya, toh tidak ada salahnya kalau moment ini oleh sebagian orang dijadikan patokan untuk berubah menjadi lebih baik. Jadi, masihkah saya bukan termasuk pengiman tahun baru? Atau mungkin mereka yang sedang larut dalam lautan petasan menderu dimana-mana? Mungkin tidak bijak rasanya kalau saya mengatakan bahwa sedikit banyak saya tidak larut dalam euforia perayaan, namun juga tidak etis kalo saya mencap saya bukan pengiman tradisi tahunan anak manusia ini. Saya tidak munafik. Bijaknya adalah, saya sedang hidup dipusaran ideologi penentang dan pemuja. Diantara dua ideologi ini saya hanya orang yang kebetulan malam ini tertunduk dihadapan laptop merangkai kata yang sedang diraya anak-anak manusia.
Saya tidak sedang memikir apa-apa selain terus menulis dan sesekali menatap sepatu sobek saya. Oh iya saya suka banget sama lagu yang sedang saya dengar sekarang. Lagu yang sedari tadi terus terulang di kuping saya Matthew Perryman Jones – Save You degerin aja coba.
Percaya tidak kalau kekuatan nada bisa membuat orang lupa bahwa seorang tersebut sedang dalam sebuah pejalananan misalnya, entah itu di atas motor, mobil, kereta, kapal, pesawat atau dimana saja. Ketika seorang larut dalam sebuah lagu yang menurut dia lagu itu enak  di kuping dan perasaan dia. Hmm mungkin seperti yang saya rasa tadi yak, di atas motor dalam jebakan macet, kaki saya terseret tembok trotoar jalan yang mengakibatkan sepatu saya sobek dan betis saya memar berdarah tapi sedikit. Karena lagu? Haha lupakan saja..
Berlanjut kisah dari rumah Dude sepulang dari mengambil pesanan buku, saya malah terjebak macet diantara para pemuja perayaan tahun. Keinginan saya satu, secepatnya keluar dari kemacetan terus menuju rumah dan mencoba untuk menyaksikan kembang api dari kaca jendela saja.
Namun, mungkin ini yang dinamakan arus, keinginan saya tertunda dengan melintasnya saya di depan café langganan tongkrongan saya “Lekker Jee Café”. Saya katakan arus karena saya seperti tidak terfikir lagi dengan keinginan saya untuk cepat sampai rumah “nongkrong aja Jazz” sekalian nyalurin hobi menulis lo” *gumam saya*
Dan benar yang terjadi kemudian adalah saya betul-betul nogkrong di Café itu. Sebenarnya tidak bisa dikatakan nongkrong sih toh cuma bentar doang mungkin sekitar 7 menitan, pesanan yang saya pesan-pun tidak saya sentuh. Tapi oh yah bukan berarti karena hal ini saya bisa dikategorikan pemuja perayaan tahun yah. Hmm lebih tepatnya katakan saja saya sedang terjebak dalam pusaran penentang dan pemuja, hingga arusnya membuat saya berada di Lekker Jee Café beberapa menit.  
 ________Sebelum malam yang kata sebagian orang sakral ini, sebenarnya teman-teman saya, beberapa dari mereka berusaha mati-matian ngajakin saya ke berbagai tempat. Namun entah saya tidak mau atau memang saya tipikal pecinta sunyi, ajakan mereka saya tolak dengan alasan tugas kuliah saya sedang numpuk-numpuknya. Saya tau bang Usman dan mba’ Ika mungkin kecewa dengan penolakan saya, tapi saya lebih tau kalau memang sunyi lebih membuat saya menikmati hidup yang diberi Tuhan ketimbang melarut dalam ramai pemekak senyap. “Hidup itu sangat pendek untuk menikmati kehidupan orang lain Jazz” *pesan bang Usman sebelum bertolak menuju bandung*
Ya, hidup adalah taggung jawab setiap mahluk yang memiliki embusan nafas. Terkadang memang kita tidak menikmati hidup kita sendiri, karena kita disibukkan dengan keinginan-keinginan orang lain. Seorang anak ingin menjadi penulis misalnya, tapi oleh kedua orang tuanya ia di jebloskan kedunia politik yang sama sekali tidak ada dalam proyeksi keinginannya. Walaupun politik akhirnya membesarkannya tapi tetap saja hidupnya adalah karena keinginan orang lain (ibu-bapaknya) bukan keinginannya sendiri. Saya berada di Jogja sekarang melanjutkan S2 saya katanya. Apa ini keinginan saya, atau keinginan orang lain sehingga saya harus disini. Hmm keinginan orang mungkin tdak, keinginan saya sudah tentu ini adalah keinginan saya. O yah kalau kalian mau tau keinginan saya apa silhakan ketik reg spasi nama saya kirim ke halaaagh garing..
“ayo Jazz. Kapan lagi coba kita bisa ngumpul-ngumpul” *bujukan mba’ Ika*
“iya mba’ kumpul gampang yang susah itu buat partainya” *seloroh saya ngasal menjawab ajakan mba’ Ika*
“haha bisa aja lo Jazz”
“iya Jazz sejenak lupain semua yang ada di kepala lo, mungkin dengan ke Bandung banyak hal baru yang bisa membuat lo lebih enjoy” *bang Usman ikut bersuara*
“emang gw keliatan ada masalah gitu bang?”
“ga usah boong deh Jazz, kami tau kok lo lagi ada masalah, biasanya kan lo yang paling vokal kalo masalah travelling ky gini” *mba’ Ika nambahin lagi*
“haha, ga kok mba bro, gw sedang bingung aja tugas kuliah numpuk bejibun mana buku yang gw pesan belom datang semua lagi”
“Jazz dengan berkunjung ke tempat baru lo bisa lebih kreatif. Leave the place wherever you are” jangan hanya intelektual keilmuan yang lo beri asupan, intuisi perasan lo juga perlu makanan lezat sebagai asupan. Asupannya apa? ya salah satunya dengan berkunjung ketempat-tempat baru, makanya itu ga usah lo pikir deh, malam ini juga kita ke bandung, deal ga?” *bang Usman mencoba membuka aula perdebatan*
“wahh gimana ya bang, bukannya ga mau tapi tugas kuliah emang bener-benar lagi bejibun. Iya sih intuisi gue perlu sesuatu yang baru, tapi momentnya ga tepat bang, ntar deh gue nyusul abang ke Bali kalo semua urusan semester gue disini sudah gue beresin” *saya sok bijak menolak ajakan*
“hmm ya udah lah, ingat aja pesan gue Jazz leave the place wherever you are”
“yoi bang bro ;)”
Obrolan diatas adalah percakapan saya kemarin malam, ketika bang Usman dan mba’ Ika datang berkunjung ketempat saya mau ngajakin ke bandung menikmati kembang api akhir tahun. Walaupun mereka bukan termasuk pengiman tradisi tahunan  umat manusia ini, namun mereka tau bahwa berkunjung ketempat dimana mereka merasa nyaman itu perlu adanya. Ya, seperti yang mereka lakukan dengan mencoba mengajak saya bersama mereka.
Saya tau seperti sedang menulis cerita keren, di  Lekker Jee Café tadi ramai tidak seperti gambaran saya bahwa sebuah café akan sangat ramai apalagi dimalam pergantian tahun. Ternyata tidak, sunyi seperti yang saya gandrungi, hanya saya, gerimis hujan, sebagian pengunjung, penjaga café dan sepatu sobek saya. Dan o yah 7 menit ;)
Tuhan semoga tahun ini saya, pacar saya, dan Indonesia lebih baik.
Ada lagi lupa.. sepatu sobek saya juga..
Amin