‘Kesakitan membuat anda berpikir. Pikiran membuat anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup’
Setidaknya ungkapan diatas bisa saya jadikan ungkapan para pesakit yang mungkin sekarang sedang kesakitan.
Ada sebuah cerita dan ini kisah nyata. Saking nyatanya cerita ini termaktub dalam sebuah scripture yang dipegangi ribuan manusia. Kisahnya melegenda selalu menjadi bahan rujukan agar setiap manusia bisa bersabar ketika ditimpakan sebuah musibah. Yap benar semua tau kisah Nabi Ayub yang digerogotkan Tuhan sebuah penyakit padanya. Penyakit yang menghancurkan semua raganya dan menyisakan rasa yang amat pedih. Semua orang menghardik, mencemooh, bahkan istrinya sendiri pun mengusirnya karena tidak tahan bau busuk menyengat yang melekat akibat penyakit.
Sampai pada bagian itu sudah jelas kan dan saya rasa kita semua sering mendengar cerita itu ataupun mungkin menjadi koleksi bacaan wajib untuk mereka para penuntut ilmu.
Hmm namanya cerita tentu ada akhirnya, ada ending yang entah itu berakhir happy atau not happy. Cerita Nabi Ayub berakhir dengan ending happy. Karena kesabaran yang membaja, Tuhan menyembuhkannya dan mengembalikan semua raga yang telah habis ditelan ulat penyakit. Orang-orang yang menghinanya berbalik senyum, namun istrinya melalui perintah Tuhan harus didera dengan tiga buah bulu.
Tapi kemudian timbul pertanyaan apa maksud saya memapar kisah diatas. Apa saya sedang mendongeng pengantar tidur? Atau mungkin saya ingin menjadi Nabi?
Haha mendongeng mungkin bisa jadi, namun untuk menjadi Nabi tentu tidak lah. Saya adalah korban sebuah penykakit. Tapi saya tidak akan melebaykan sakit saya ini. apalagi menyandingkan dengan apa yang dialami Ayub. Tiga hari saya demam, panas, dan tinggi kalau digabung demampanastinggi *tidaklebay*
Memang tidak lebay hanya penyakit biasa yang sering menimpa anak manusia disaat cuaca sedang tidak menentu. Namun selama tiga hari hidup saya menyedihkan, bagai tidak mengakui eksistensi lebih dulu dari esensi, keadaan saya menyedihkan dengan balutan selimut hidung meler suara parau. Saya tidak sedang memparah-parahkan kadaan saya, namun saya yakin kalau orang-orang melihat saya mereka akan akan mengatakan “menyedihkan banget lo Jazz, jadi banci aja”..
uh yeh bagaimana kalau saya tiba-tiba tidak tau kamu siapa. Tiba-tiba lupa bahwa saya tinggal di kamar semi besar bersama buku-buku saya. Atau mungkin lebih dramatisnya saya tidak tau siapa diri saya. Bagaimana kalau saya tiba-tiba hilang ingatan alias gila.
Banyak kok kejadian seperti itu. Iya tenang dulu saya tidak akan melebay-lebaykan, tapi menyaksikan beberapa kejadian yang dialami orang sudah sering bagi saya. Pernah satu waktu, seorang lelaki tua dibopong kehadapan saya. Lelaki tua itu tiba-tiba lupa kalau dia sedang menunaikan ibadah haji pada waktu itu dia cuma bilang kepada saya “nak saya ini lagi nunggu istri sama anak-anak saya, kami janjian mau ke Mekkah sekarang” *kalimat ini yang lelaki tua itu ulang-ulangi terus didepan saya*
“Pak ini kan sudah di Mekkah sekarang?”
“yee kata siapa nak, kita ini lagi di Cirebon sekarang”
Bisa ketebak dong lelaki tua itu kenapa? Ya, lelaki tua itu tiba-tiba gila atau dihilangkan ingatannya.. begitu pentingnya arti sebuah akal, sedikit eror seorang manusia akan tiba-tiba pula tak berarti.
Atau ini,
SMS ini muncul tadi siang “Jazz udah kerjain part akhir kan, bales ke nomerku yah pulsaku abis. Leni”
SMS dari saya “tidak saya bales
Beberapa saat saya seperti hilang ingatan, selain kamar dan wajah pacar saya, saya tidak ingat apa-apa lagi. SMS Leni, tugas revisi, dan hari ini tanggal berapa saya tidak ingat. Tidak lebay kok karena ini bukan karena penyakit Nabi Ayub tapi penyakit banci..
Ya, kesakitan membuat anda berpikir. Pikiran membuat anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.
Mari teriak bersama aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiuuuuuuuuuuuuuuuuuuueeeeeeeeeeeeeeooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo