Saturday, October 4, 2014

I am Palala

Kekerasan ada dalam setiap masyarakat. Kekerasan bisa fisik, bisa simbolis. Ia bisa diterima atau diderita. Kekerasan muncul dalam rekonstruksi, reproduksi ataupun transformasi hubungan sosial. Sejak negara muncul, negara membangun dirinya di atas bla bla bla dan bla… *Daud memaparkan sebuah buku yang cuma dua hari ditamatkannya*
Menarik. Tapi paparan Daud ini sebenarnya tidak menunjukkan ssuatu yang  baru, ia hanya semakin menegaskan bahwa persoalan lama ini selalu berhasil menjadi aktual. Akhir-akhir ini kata kekerasan memang semakin sering terdengar, tidak hanya dalam skala mikro, semi makro bahkan skala makro simoncelli pun kata ini mengiang.
Kekerasan? Apa yang menarik dari kata ini? apakah kata ini selalu terstigma negatif?
Secara harfiah mungkin bisa dikata begitu, tapi tunggu dulu, jika kata ini tidak dilihat melalui kacamata siti harfiah !
Yang gw maksud adalah, bagaimana jika melihat kata kekerasan bukan layaknya terjemahan otoritas pengetahuan yang kini ada *bahasa gw otoritas haha.. abaikan*
Apa kata kekerasan tidak mengandung hal positif? Tentu saja ada ! Fisher telah lebih dulu menuang ini daripada gw.
Eniwei coba difikir lagi, ga usah ala Fisher, sederhana saja. Bukankah akibat kekerasan, seorang Hitler bisa memerintah manusia-manusia Jerman; bukankah akibat kata ini, Soekarno bisa menghimpun satu blok baru sebagai anti klimaks dari dua blok yang lebih dulu ada; bukankah kibat kata ini Malala bisa memberitahu dunia apa yang dialami wanita dan anak kecil di Afghanistan; akibat, akibat, akibat dan akibat, oh terlalu banyak akibat yang akhirnya akibat kata ini juga, gw bisa menulis blog ini hah.
Sulit untuk mengatakan tanpa adanya kekerasan naluri kediktatoran Hitler mungkin tidak akan pernah ada sebagai awal terguncangnya dunia, sulit juga untuk mengatakan tanpa adanya kekerasan Soekarno dapat memandang remeh orang-orang Barat. Sangat sulit untuk mengatakan Malala dapat menulis sebuah buku yang sekarang sedang gw baca hampir setengahnya.
Semua bukan tanpa pengorbanan, betul, semua bukan tanpa pengorbanan, bukan sekedar menuang amarah tapi karena desakan kekerasan membuat segalanya harus tertuang.
Pengorbanan apa memangnya?  Banyak !
Kehilangan satu buah zakar ketika Perang Dunia Pertama membuat Hitler semakin bernafsu menguasai Eropa. Diasingkan, membuat Soekarno keranjingan terus membaca buku yang berbilang-bilang. Malala?
Banyak apaan, cuma tiga lo bilang banyak?
Memang banyak, kalau semua gw papar gw khawatir lo bakal bosen baca tulisan ini. Ga usah terlalu jauh, intinya tiga orang yang gw papar akibat kekerasan ternyata membuat banyak manusia bertransformasi menjadi lebih oke. Ini hal positif yang gw maksud *jangan tengok siti harfiah lagi*
Kekerasan dan pengorbanan hubungannya apa?
Hubungannya romantis. Dimana ada kekerasan disitu ada pengorbanan, dimana ada pengorbanan disitu ada apa dengan cinta *ini ga nyambung*
Beberapa waktu yang lalu, banyak orang yang tekorbankan karena Joko, ketika nama Joko tertera untuk menjadi salah satu pemimpin yang didamba hampir seantero manusia Indonesia, gw tau saat itu banyak yang beranggapan Joko tidak pantas, ada yang lebih pantas tapi mereka terkorbankan oleh keinginan Tuhan yang mendapuk Joko dengan sematan hak yang dia sendiri masih ga percaya. Apakah Tuhan sedang melakukan kekerasan struktural kepada lawan-lawan politk Joko? Entahlah, coba tanyakan pada ustad-ustad yang nyata label keustadzannya. Yang jelas, kekerasan sejarah telah menggetol Joko lahir sebagai representasi ketidaksenangan akan kekerasan yang selama ini ada. Kekerasan sejarah? Ya, kekerasan sejarah membuat orang-orang seperti Joko lahir untuk kemudian dinyatakan berhak mengendarai plat no 1 Indonesia.
Kekerasan ada dalam setiap masyarakat. Kekerasan bisa fisik, bisa simbolis. Ia bisa diterima atau diderita. Kekerasan muncul dalam rekonstruksi, reproduksi ataupun transformasi hubungan sosial. Sejak negara muncul, negara membangun dirinya di atas bla bla bla dan bla… *gw balik memaparkan ke Daud*
Pertanyaannya sederhana, apa yang telah lo korbankan atau terkorbankan akibat kekerasan yang lo hadapi?
Kalo gw, gw telah mengorbankan banyak waktu akibat kekerasan, gw ga mengklasifikasi apakah kekerasan yang gw hadapi fisik atau simbolis, yang jelas akibat Ayah gw begitu keras ke gw, gw sadar kalo saat ini beliau sudah begitu tua, akibat kekerasan birokrasi yang bertahun-tahun gw lalui gw juga bisa berlabel gelar pada akhirnya, akibat kekerasan sudutisasi  agama (asli ini gw jadi Vickyisme haha) gw akhirnya tau semua agama mengajarkan kebaikan, akibat kekerasan, kekerasan, kekerasan, dan kekerasan. Kekerasan jenis apa? Itu tidak penting, yang penting bahwa telah banyak yang terkorbankan untuk sampai ke titik ini, yaah walaupun adakalanya apa yang lo korbankan tetap saja lo mengalami kekerasan, yakinlah bahwa akan lebih banyak hal positif yang dapat lo elaborasi dari kata ini. Tuhan, sumpah gw keren sekali maka jadikanlah gw manusia yang pandai bersyukur. 
Kullu sanah wa antum thayyibin. Selamat hari raya kurban 1435 H/2014 M